Menurut Wakil Ketua Komisi BUMN DPR Aria Bima, interpelasi itu untuk mempertanyakan Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/MBU/2011 tentang Pendelegasian Wewenang.
"Keputusan itu memberikan wewenang untuk mengangkat direksi badan usaha milik negara tanpa melalui rapat umum pemegang saham," kata politikus PDI Perjuangan ini. Kebijakan ini dinilai melanggar Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Alasan lain mengajukan interpelasi, kata Aria lebih lanjut, keputusan menteri itu memberi peluang bagi direksi BUMN untuk menjual aset. Padahal pelepasan aset perusahaan negara harus mendapat persetujuan Dewan, presiden, dan atau Menteri Keuangan.
Sebelumnya, Dahlan melakukan terobosan kebijakan memangkas birokrasi dengan mendelegasikan 22 jenis kewenangan Menteri BUMN kepada pejabat eselon satu Kementerian. Selain itu, dia melimpahkan 14 kewenangan Menteri untuk dikuasakan kepada dewan komisaris, dan dua kewenangan kepada direksi BUMN. Kementerian hanya berfokus pada hal-hal yang lebih strategis, seperti revitalisasi perusahaan negara yang berkinerja sangat buruk dan yang aset-asetnya tidak produktif.
Mendapat perlawanan dari anggota Dewan, Dahlan hanya menyatakan, "Silakan saja, itu kan hak mereka." Menurut dia, tidak ada yang boleh menentang hak anggota Dewan mengajukan interpelasi.
Namun langkah Dewan dinilai oleh ahli politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, salah alamat. "Seorang menteri tidak bisa dikenai interpelasi," ujarnya. Interpelasi seharusnya diajukan terhadap kebijakan presiden.
Menurut Aria, interpelasi itu memang ditujukan kepada presiden jika dinilai melanggar konstitusi. “Yang dibahas adalah kebijakan Menteri BUMN, karena dianggap strategis.”
Dosa Dahlan Iskan
Banyak gebrakan yang dilakukan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, dari membuka pintu tol, ikut berdesak-desakan naik kereta rel listrik, sampai menginap di rumah petani.
Dia ingin membongkar kebobrokan di lingkungan BUMN. Tapi tak semua upayanya dipuji. Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat malah menjuluki tindakannya aksi koboi. Mereka mengajukan penggunaan hak interpelasi soal Keputusan Menteri BUMN Nomor 236 Tahun 2011, yang diteken Dahlan Iskan pada 15 November 2011. Tindakan itu melanggar tiga undang-undang sekaligus.
1. Penunjukan direksi BUMN tanpa mekanisme rapat umum pemegang saham, sehingga melanggar Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
2. Penunjukan direksi BUMN tanpa melalui Tim Penilai Akhir. Penunjukan ini mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang diamanatkan dalam Pasal 16 Undang-Undang BUMN.
3. Pengangkatan kembali direksi BUMN yang memiliki rekam jejak negatif melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang BUMN.
4. Pengangkatan kembali direksi BUMN untuk masa jabatan ketiga kalinya melanggar Pasal 16 ayat 4 Undang-Undang BUMN. Pasal tersebut menyebutkan, masa jabatan direksi BUMN ditetapkan 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
5. Dahlan juga melimpahkan wewenang kepada direksi BUMN untuk menjual aset. Akibatnya, diduga kuat, telah terjadi penjualan aset BUMN oleh direksi BUMN.
Jika dugaan itu benar, Dahlan telah melanggar Pasal 24 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Pasal 45 dan 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Kedua regulasi itu mengatur bahwa penjualan aset BUMN harus melalui persetujuan DPR, presiden, dan atau Menteri Keuangan, sesuai dengan tingkat kewenangan masing-masing.
'AKSI KOBOI' DAHLAN ISKAN MEMIMPIN BUMN MENUAI INTERPELASI DPR, 'DOSA' DAHLAN ISKAN DIMATA DPR, Aksi Koboi Dahlan Iskan, Kesalahan Dahlan Iskan, Interpelasi DPR
0 comments:
Post a Comment