Tulang merupakan struktur tubuh yang paling dalam. Struktur paling luar adalah kulit, kemudian lemak, otot/daging (di antaranya terdapat saraf dan pembuluh darah), baru kemudian tulang. Pertumbuhan tulang dimulai dari fase janin, yang kemudian bertumbuh dan mengalami kalsifikasi (perkapuran). Tulang yang lembut pun berubah menjadi keras. Pada wanita, pertumbuhan tulang berhenti pada sekitar usia 12 tahun, ditandai oleh hadirnya siklus menstruasi.
“Pada lelaki, pertumbuhan maksimal tulang bisa mencapai usia 17-18 tahun. Sedangkan kepadatan tulang biasanya tercapai di usia 25 tahun,” kata dr. Hendradi Khumarga, Sp.OT, FICS, FAJR . Selepas usia 25 tahun, kepadatan tulang pun mulai mengalami penurunan. Rata-rata nilai penurunannya mencapai 1 persen per tahun sampai seseorang beranjak ke usia lanjut. Tentu, penurunan ini juga dipengaruhi berbagai faktor, seperti nutrisi, hormon, cara bekerja, sikap, obat-obatan, serta penyakit penyebab pengeroposan tulang. Proses inilah yang menjelaskan, kenapa tulang semakin keropos, struktur tulang semakin amblas, dan tubuh semakin bungkuk pada usia tua.
Pertumbuhan tulang sifatnya memanjang dan melebar, sehingga tulang bisa bertambah panjang dan bertambah besar (diameter). “Tulang kemudian membentuk rangka tubuh atau sumbu tubuh (rangka tulang belakang),” lanjut dokter spesialis Orthopedi dari Bone Care Clinic RS Royal Taruma , Jakarta, ini. Tulang juga membentuk anggota gerak tubuh, yang terdiri dari anggota gerak atas (lengan atas, lengan bawah, sampai ke tangan dan jari-jari tangan) dan anggota gerak bawah (tulang panggul, tungkai atas, tungkai bawah sampai kaki dan jari-jari kaki).
Lempeng Pertumbuhan
Ada banyak faktor yang turut andil memengaruhi pertumbuhan tulang. Yang pertama faktor genetik (keturunan). Orangtua yang memiliki tulang yang besar kemungkinan akan memiliki anak yang juga memiliki tulang yang besar. Namun, kelainan genetik ternyata bisa juga menyebabkan perubahan atau kesalahan pembentukan struktur tulang. Bisa saja tulang menjadi lebih rapuh, lebih lentur, atau malah lebih keras dari tulang biasa.
Pertumbuhan tulang juga dipengaruhi faktor hormonal. Hormon-hormon yang memengaruhi pertumbuhan tulang antara lain hormon pertumbuhan (growth hormone ) dan hormon tiroid. Hormon pertumbuhan sangat memengaruhi tinggi badan seorang anak. Gangguan hormon, baik kekurangan maupun kelebihan, bisa mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi terganggu.
Selain itu, beberapa penyakit atau gangguan (eksternal maupun internal) bisa memengaruhi pertumbuhan tulang. Pengaruh eksternal, misalnya pengaruh radiasi sinar X, bisa memengaruhi lempeng pertumbuhan (epiphyseal growth plate /EGP). Lempeng pertumbuhan ini adalah bagian dari tulang yang berpotensi menambah panjang atau lebar tulang. Apabila lempeng ini terkena obat-obatan, radiasi sinar X, atau trauma (jatuh, terbentur), maka pertumbuhan tulang pun bisa terganggu. “Bisa menurun atau malah terhenti pertumbuhannya,” kata Hendradi.
EGP juga bisa dipengaruhi penyakit lain, semisal infeksi. Di Indonesia, infeksi merupakan penyakit yang sangat umum. Contoh, bila anak-anak batuk pilek dan tidak ditangani dengan baik. Akhirnya, kuman penyakit menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. “Kuman-kuman tersebut kemudian masuk ke dalam tulang/persendian dan merusak struktur yang sebetulnya berpotensi untuk pertumbuhan. Akibatnya, terjadi gangguan pertumbuhan. Tulang berhenti bertumbuh, serta terjadi kekakuan sendi,” lanjutnya.
Waspadai Trauma
Gangguan pertumbuhan lain misalnya karena kanker tulang. Contohnya, osteosarkoma yang sering terjadi pada lutut anak-anak, bahkan sampai harus dilakukan tindakan amputasi. “Tumor kelenjar hipofise juga bisa merangsang hormon pertumbuhan yang sangat luar biasa, sehingga kita dapati orang yang tingginya bisa mencapai 2 meter lebih. Atau sebaliknya, manusia terpendek di dunia,” ujar Hendradi.
Trauma juga menjadi penyebab munculnya gangguan pertumbuhan tulang. Trauma seperti jatuh atau terbentur berpotensi menyebabkan ukuran tulang (kanan dan kiri) tidak simetris, yang berakibat kecacatan. Misalnya, tungkai yang tidak sama berakibat anak pincang.
Yang tak kalah penting, tulang juga tumbuh karena asupan nutrisi. Tulang akan tumbuh baik bila nutrisi yang diasup cukup. Kalsium merupakan salah satu elemen nutrisi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tulang. Salah satu contohnya osteoporosis. “Osteoporosis adalah kondisi di mana massa tulang berkurang. Bisa terjadi di semua umur, termasuk pada anak. Penyebabnya beragam, termasuk nutrisi yang kurang,” jelas Hendradi.
Deteksi Dini
Lantas, bagaimana orangtua mencegah atau mendeteksi kelainan tulang yang mungkin terjadi pada anak? Kuncinya ada pada deteksi dini. Terlebih teknologi sekarang sudah sangat baik sehingga dengan USG saja, fase pertumbuhan janin dapat dilihat. Jadi, kelainan pada tulang pun bisa dideteksi sejak awal. “Bisa juga dengan metode amniosintesis, di mana cairan ketuban diambil dan dianalisis. Apabila terjadi kelainan bentuk atau kelainan lain, secara dini bisa dideteksi dan ditangani,” lanjut Hendradi.
Ketika anak masih berada di dalam kandungan pun wajib dilakukan pemeriksaan berkala. Terutama untuk mendeteksi kelainan pada tulang. Misalnya, bagaimana kadar kalsium Si Ibu hamil, bagaimana riwayat penyakit keturunan dari pihak ibu atau ayah yang berpotensi terhadap kelainan janin, juga pemeriksaan berkala selama kehamilan.
Memasok nutrisi yang baik bagi ibu hamil pun tak kalah penting. Selama kehamilan, ibu hamil butuh kalsium dosis tinggi. “Ini harus terpenuhi karena penting bagi pembentukan tulang janin. Setelah lahir pun kebutuhan kalsium bayi harus terjamin, termasuk ASI sebagai sumber kalsium tinggi,” ujar Hendradi.
Kemungkinan munculnya gangguan-gangguan juga harus diwaspadai. Selain asupan nutrisi harus baik, faktor hormonal juga mesti dicek. Jika ada penyakit yang berpotensi maupun obat-obatan yang dikonsumsi secara teratur, harus diantisipasi terhadap kemungkinan gangguan tulang. Konsumsi makanan junk food juga harus dihindari. “Jika langkah-langkah ini bisa dilakukan, maka kesehatan tulang anak seperti yang diharapkan bukan sesuatu yang mustahil.”
Cek Tulang Anak
Apa saja yang harus dilakukan orangtua untuk mencek tulang anak?
- Setelah bayi lahir, lihat apakah anggota tubuhnya normal secara fisik. Misalnya, jumlah jari-jarinya komplet. Cek juga, apakah ada anggota badan yang tidak simetris, misalnya tangan kecil sebelah atau besar sebelah.
- Lihat gerakan bayi, apakah anggota gerak atas bergerak baik. Anggota gerak bawah juga diamati, apakah aktif bergerak. Pegang anggota gerak tersebut, apakah lunglai? Misalnya jika bagian lengan sangat lentur, berarti kekuatan tulang tidak sesuai yang diharapkan. Bisa jadi ini karena ada kelainan yang menghambat perkapuran atau perkerasan tulang.
- Memasuki usia anak 3 bulan, amati perkembangan keterampilannya untuk mengangkat kepala, tengkurap, belajar duduk, dan belajar berjalan (11 bulan). Lihat apakah ada keterlambatan. Jika terlambat, lihat lagi apakah ini faktor penyulitnya karena tulangnya yang tidak beres?
- Ketika anak menginjak usia remaja, amati bentuk tulangnya. Pada gadis remaja (usia sekitar 11 tahun) lalukan skrining untuk mengetahui kemungkinan terjadi bengkok tulang belakang. Terlebih skoliosis sering terjadi pada anak perempuan. Semakin dini diketahui, penanganannya pun bisa semakin dini dan hasilnya lebih baik.
- Jangan segan untuk melakukan skrining dan check up tulang ke dokter.
INFO LENGKAP MERAWAT KESEHATAN TULANG ANAK SEJAK DINI, TULANG KUAT, ANAK SEHAT, Gejala Masalah Tulang pada Anak, Cara Mencek Kesehatan Tulang ANak, Tips Agar Tulang Anak Menjadi Kuat, Cara Mencegah Gangguan Tulang pada Anak,
0 comments:
Post a Comment